KESULITAN BELAJAR KIMIA BAGI SISWA SMA DAN SMP



KESULITAN BELAJAR KIMIA BAGI SISWA SMA DAN SMP




Materi Pelajaran Kimia di SMA banyak berisi konsep-konsep yang cukup sulit untuk difahami siswa, karena menyangkut reaksi-reaksi kimia dan hitungan-hitungan serta menyangkut konsep-konsep yang bersifat abstrak dan dianggap oleh siswa merupakan materi yang relatif baru dan belum pernah diperolehnya ketika di SMP.
Dalam proses pembelajaran kimia di beberapa sekolah selama ini terlihat kurang menarik, sehingga siswa merasa jenuh dan kurang memiliki minat pada pelajaran kimia, sehingga suasana kelas cenderung pasif, sedikit sekali siswa yang bertanya pada guru meskipun materi yang diajarkan belum dapat dipahami. Dalam pembelajaran seperti ini mereka akan merasa seolah-olah dipaksa untuk belajar sehingga jiwanya tertekan. Keadaan demikian menimbulkan kejengkelan, kebosanan, sikap masa bodoh, sehingga perhatian, minat, dan motivasi siswa dalam pembelajaran menjadi rendah. Hal ini akan berdampak terhadap ketidaktercapaian tujuan pembelajaran kimia.
Rendahnya aktivitas, minat, dan hasil belajar kimia siswa dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
1.      Penyampaian materi kimia oleh guru dengan metode demonstrasi yang hanya sekali-kali dan diskusi cenderung membuat siswa jenuh, siswa hanya dijejali informasi yang kurang konkrit dan diskusi yang kurang menarik karena bersifat teoritis.
2.      Siswa tidak pernah diberi pengalaman langsung dalam mengamati suatu reaksi kimia, sehingga siswa menganggap materi pelajaran kimia adalah abstrak dan sulit difahami.
3.      Metode mengajar yang digunakan guru kurang bervariasi dan tidak inovatif, sehingga membosankan dan tidak menarik minat siswa. Hal ini menunjukkan kompetensi guru kimia yang masih perlu ditingkatkan.
Rendahnya aktivitas belajar siswa dalam mempelajari kimia diduga disebabkan kimia merupakan ilmu yang tidak bermanfaat dalam kehidupannya kelak, selain adanya anggapan bahwa kimia adalah ilmu yang sukar dipelajari.  Untuk meningkatkan minat dan motivasi belajar kimia siswa, guru perlu melakukan upaya peningkatan kualitas pembelajaran melalui kegiatan yang kreatif dan inovatif. Pembelajaran kimia yang berorientasi pada penumbuhan keterampilan generik sains (KGS) perlu dikembangkan, agar siswa dapat memahami bahwa kimia adalah ilmu yang terkait dalam kehidupan manusia sehari-hari, sehingga anggapan di atas dapat diminimalisir. Dengan demikian, Pembelajaran kimia yang diterapkan haruslah mempertimbangkan karakteristik siswa, karakteristik materi kimia, dan kondisi sekolah atau fasilitas yang dimiliki sekolah. Oleh sebab itu, perlu dilakukan identifikasi masalah-masalah pembelajaran kimia, baik dilihat dari motivasi belajar siswa dan kompetensi siswa maupun karakteristik konsep-konsep kimia yang akan dibelajarkan pada siswa.
Penumbuhan motivasi belajar siswa mutlak diperlukan untuk meningkatkan minat dan aktivitas belajar kimia siswa melalui kegiatan pembelajaran yang kreatif dan inovatif dari seorang guru. Jika keacuhan siswa timbul karena kehilangan persepsi positif dalam mempelajari suatu materi mata pelajaran, maka urgensitas tindakan guru adalah mempunyai pemahaman yang tangguh tentang motivasi dan menemukan pola pembelajaran yang menumbuhkan motivasi belajar siswa (Masnur M., 2007).
Paradigma baru dalam pembelajaran sains termasuk kimia adalah pembelajaran dimana siswa tidak hanya dituntut untuk lebih banyak mempelajari konsep-konsep dan prinsip-prinsip sains secara verbalistis, hafalan, pengenalan rumus-rumus, dan pengenalan istilah-istilah melalui serangkaian latihan sevara verbal, namun hendaknya dalam pembelajaran sains (dalam hal ini kimia), guru lebih banyak memberikan pengalaman kepada siswa untuk lebih mengerti dan membimbing siswa agar dapat menggunakan pengetahuan kimianya tersebut dalam kehidupannya sehari-hari (Gallagher, 2007).  Hal ini sejalan dengan pendapat Piaget (1970 bahwa seorang anak akan lebuh mudah mencerna konsep dan ilmu pengetahuan apabila di dalam dirinya sudah ada struktur dan strata intelektual. Struktur dan strata intelektual terbentuk ketika intelek manusia beradaptasi dengan hal-hal yang diserap oleh pancaindera. Oleh sebab itu, dalam pembelajaran kimia diperlukan kemampuan berfikir tingkat tinggi. Dengan demikian, sebagai hasil belajar sains (kimia) diharapkan siswa memiliki kemampuan berfikir dan bertindak berdasarkan pengetahuan sains yang dimilikinya melalui kerangka berfikir sains.
            Menurut Rutherford and Ahlgren (dalam Liliasari, 2007) bahwa kerangka berfikir sains sebagai wahana pengembangan berfikir meliputi;
1.      di alam ada pola yang konsisten dan berlaku universal.
2.      sains merupakan proses memperoleh pengetahuan untuk menjelaskan fenomena.
3.      sains selalu berubah dan bukan kebenaran akhir.
4.      sains hanyalah pendekatan terhadap yang “mutlak” karena itu tidak bersifat “bebas nilai”,
5.      sains bersifat terbatas, sehingga tidak dapat menentukan baik atau buruk. 
Dengan demikian, apabila guru kimia hanya menguasai terminologi kimia sebagai sains secara hafalan, sehingga dalam proses pembelajaranpun dilakukan secara verbalistis (hafalan), maka hakekat berfikir sains tidak dimiliki oleh guru tersebut. Akibatnya pembelajaran kimia berlangsung secara monoton, membosankan, dan tidak menarik minat siswa dalam belajar kimia.
Pembelajaran dengan orientasi pada keterampilan generik sains siswa dapat dilakukan melalui pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses. Pendekatan keterampilan proses merupakan pendekatan dengan mengedepankan pada keterampilan sains (generik sains) yang meliputi keterampilan dasar sains dan keterampilan proses sains melalui kegiatan penemuan (Rezba dalam Prasetyo, 1998). Dalam mata pelajaran kimia, kesempatan untuk melakukan penemuan (inkuiri) dan menyimpulkan sendiri hasil pengamatannya dapat diperoleh siswa antara lain melalui metode eksperimen dan simulasi komputasi. Pada metode eksperimen, siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan (Roestiyah, N.K., 1985). Model pembelajaran penemuan (inkuiri) merupakan salah satu model pembelajaran dengan pendekatan proses yang menekankan pada peningkatan kemampuan siswa dalam memproses informasi, dalam arti bagaimana siswa menangkap stimulus yang ada dan menyimpannya sebagai informasi yang bermakna dalam dirinya dalam jangka pendek dan jangka panjang, dan menggunakan kembali informasi tersebut untuk kepentingan menyelesaikan masalah (Aripin, 1995).
Pembelajaran dengan eksperimen telah banyak dilakukan bahkan pembelajaran dengan eksperimen alternatif dengan bahan-bahan kimia yang murah dan mudah didapatkan juga dapat membangkitkan motivasi belajar siswa (Sunyono, 2006). Untuk menerangkan perbedaan perubahan fisika dan kimia, Duffy (1995) dan Derr (2000) melakukan percobaan dengan menggunakan proses pelarutan garam dapur sebagai contoh perubahan fisika dan reaksi antara cuka dengan soda kue yang menghasilkan karbondioksida sebagai contoh perubahan kimia. Untuk menerangkan topik Konsep Mol, Fruen (1992) mempelajari jumlah partikel dari suatu senyawa dengan cara memperkirakan jumlah molekul air yang terdapat dalam bak mandi di rumah, percobaan dilakukan dengan terlebih dahulu mengukur volume bak mandi, dan menimbang berat beberapa ml air untuk menentukan berat jenisnya.  Topik Senyawa Organik dapat diterangkan melalui eksperimen tentang pembuatan ester. Percobaan dilakukan dengan cara memanaskan campuran alkohol dan cuka selama beberapa menit, terbentuknya ester ditandai dengan terciumnya bau harum yang khas, atau dengan terbentuknya dua lapisan bila dicampurkan dengan air (Solomon, 1996).

 

Komentar

  1. Anda menyebutkan bahwa kurangmya aktivitas dan minat siswa karena tidak pernah diberi pengalaman langsung dalam mengamati suatu reaksi kimia. Bagaimana cara anda mengatasi hal tersebut?

    BalasHapus
  2. dapat dengan menggunakan metode praktikum, seperti yang kita ketahui praktikum sangat diperlukan untuk menguatkan konsep yang dipelajri siswa. dalam praktikum siswa dapat berinteraksi langsung dengan zat dan dapat melihat perubahan dri zat itu sendiri. ketika zat A ditambahkan dengan zat B maka akan terjadi warna dan bentuk yang bergini. kemudian wanra dan bentu yang dihasilkan dikaitkan materi/konsep yang telah ia pelajari sebelumnya. sehingga siswa dapat menyebutkan zzat apa yang terbentuk. kegiatan praktikum memberikan pengalaman kepada siswa untuk menamati secara langsung yang terjadi pada reaksi kimia.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

KETERLAKSANAAN PRAKTIKUM DALAM PEMBELAJARAN KIMIA DI SMA

INOVASI DALAM PEMBELAJARAN KIMIA

ETNOKIMIA DI BUMI PUSAKO BETUAH NEGERI JAMBI (KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT KERINCI-JAMBI)